Ugh.. akhir2 ini berita hangat soal jiplakan lagu daerah jadi jingle pariwisata Malaysia jadi topik anget.
Kemarin (sebagai referensi) Republik Mimpi membahas tentang lagu “Rasa Sayange” yang dijiplak orang Malaysia sebagai jingle iklan pariwisata. Memalukanlaaah!! Masak nggak ada lagu daerah mereka sendiri yang layak dipakai jingle sih? Kok sampe lagu bangsa lain diklaim.
Kata Andre Hehanusa, orang-orang Malaysia itu kurang kreatif dan mereka kekurangan pencipta lagu yang handal. Akibatnya karena kekurangan lagu-lagu bagus ini mereka harus impor dari Indonesia dan ‘Rasa Sayange’ mungkin saja hanya salah satu lagu yang mereka klaim.
Perampokan budaya bukan hal yang bermoral, karenanya Andre hehanusa mempertanyakan apakah Malaysia punya moral? (yang ini bukan kita yang jawab kali ya)
Menurut saya, tidak semua orang malaysia seperti itu, tapi arogansi sebagian Malaysia menunjukkan bangsa kita sudah dianggap bangsa yang tidak punya harga diri. Dalam blog lain saya mengomentari tentang hal ini. Mereka punya sebutan ‘orang Indon’ buat orang Indonesia yang berkonotasi seperti ‘orang negro’ seakan kita ini hanya bangsa budak. kadang wajar klo orang Indonesia dipandang rendah disana, lha wong yang kesana kebanyakan babu2 dan kuli2… coba yang kesana para ilmuwan, lain deh.
Lebih baik miskin di negeri sendiri, daripada di negeri orang – kaya tapi diinjak, dipukul, ditendang, diteriakin maling!!!
Silahkan lihat di;
http://beritaheboh.wordpress.com/2007/10/05/kenapa-orang-orang-malingsia-malyasia-membenci-orang-indon-indonesia/
Saya kuatir justru ada kerangka politik dibalik kejadian yang disengaja ini. Pertama, kita tidak memiliki hak hukum untuk menggugat penggunaan lagu daerah ini, ‘Rasa Sayang-e’ diganti dengan ‘Rasa Sayang-hee’ yang beda sedikit dalam pengucapan. Kedua, karena lagu-lagu Indonesia digemari di Malaysia, jadi ada politik yang mencoba memutarkan suara-suara protes orang Indonesia dalam musik sehingga memunculkan kebencian orang Malaysia terhadap musik Indonesia (biar orang malaysia merasa gerah karena dikritik orang Indonesia tentang jingle ini, dan memilih mendengarkan musik Malaysia sendiri).
Orang-orang di Republik Mimpi menyanyikan lagu ‘Rasa Sayange’ ini dengan sepenuh hati dan terkesan sangat emosional, membuat saya trenyuh. Kekayaan bangsa kita banyak yang dirampok diluar sana, batik, ukiran jepara, tempe, dan hal-hal lain yang diklaim bangsa lain bahkan yang tidak memiliki akar budaya sama sekali yang mengklaim (seperti ukiran Jepara diklaim orang Inggris!!). Bayangkan betapa anehnya kalau ukiran yang khas orang Indonesia diklaim orang yang nyentuh tatah kayu aja nggak bisa!
Seorang pejabat dari Badan HAKI, dalam sebuah talkshow di Metro TV, menyatakan’keprihatinan’ akan kejadian ini, juga dikritik seorang pemirsa karena sepertinya hanya ‘prihatin’ saja tanpa action yang jelas. Ungkapan-ungkapan pejabat ini juga sangat ‘tinggi’, high, dan belum bisa menyentuh aksi yang seharusnya ditempuh bangsa Indonesia menyikapi jingle iklan ini. Prihatin… prihatin… kita semua juga prihatin…
Saya heran dengan banyak orang yang masih ‘memimpikan’ untuk bekerja di Malaysia, atau di Singapore, Hongkong atau manapun juga. Seringkali mindset orang2 desa masih bilang, ‘Klo mau kaya, ke Malaysia atau Hongkong aja selama 1-2 tahun, untuk mengumpulkan bunci (tabungan)’… apa lagi kalau bukan jadi babu, kuli, dan semacam itu. Mengenaskan kalau saya mendengar sendiri mereka bicara seperti itu.
Rata-rata mereka itu orang2 muda, lulus SMP, SMA, tidak punya pekerjaan dan tidak punya mindset. Halah…
So, Pariwisata Malaysia sebaiknya menarik kembali jingle pariwisata itu serta kembali meminta maaf pada Indonesia. Tentunya tidak by phone aja dong,… emangnya orang pacaran? By phone? Heheheheh… Kebayang nggak, ‘mesranya’ call permintaan maaf PM ke pak SBY soal babak belurnya wasit karate itu…
Roy Suryo, pakar telematika kita mencoba mengais kembali bukti-bukti property intelektual lagu daerah ‘rasa sayange’ itu via Waspada Online
Lagu kebangsaan Malaysia ‘Negaraku’ diduga hasil jiplakan lagu Indonesia berjudul ‘Terang Bulan’ dinyanyikan sejak 1930-an. “Lagu Terang bulan sudah dinyanyikan di Indonesia sejak lama, setelah merdeka 1957, Malaysia mengubah lagu tersebut menjadi `Negaraku` dan menjadikannya sebagai lagu kebangsaan,” kata pakar multimedia, Roy Suryo di Yogyakarta, Rabu (3/10).
Menurut dia, lagu ‘Rasa Sayange’ dijadikan Malaysia sebagai lagu untuk promosi pariwisata sebenarnya juga sudah dinyanyikan di Indonesia jauh sebelum negara jiran tersebut merdeka, dan lagu ini sering dinyanyikan orang-orang Melayu. Dalam film insulinde zooals het leeft en werkt, film dokumenter Indonesia 1927-1940 produksi NV Haghefilm Denhaag, sudah ada lagu Rasa Sayange.
“Ini sebenarnya dapat menjadi bukti bahwa lagu tersebut sudah dinyanyikan masyarakat Indonesia jauh sebelum Malaysia merdeka,” katanya.
Ia menyatakan dirinya saat ini sedang mengumpulkan bukti film asli, baik untuk lagu Rasa Sayange maupun Terang Bulan guna pembuktian lagu tersebut dicipta orang Indonesia. “Meskipun saya sudah punya film digitalnya, tetapisaya akan ke kantor Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk mencari film aslinya,” kata dia.
Ia menambahkan, kemungkinan Malaysia sudah mempatenkan terlebih dulu baru lagu Rasa Sayange kemudian baru mempublikasikannya. Kasus ini persis seperti batik, tempe dan beberapa tarian asal Indonesia yang diklaim hasil karya Malaysia. Sebenarnya ini menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia terutama untuk melindungi budaya daerah dengan segera mempatenkan hasil karya anak bangsa, katanya.
Gud luck ya om!
Ada barang baru apa dibilang orang2…