Plung! Bola masuk lubang

18 03 2008

Itu impressi saya tentang Bilyard, ternyata menyenangkan juga bermain bilyard.  Satu demi satu bola masuk kedalam lubang, rasanya seperti…. ahhh…. (apaan sih?)

Kupandangi ruang itu, penuh laki2 muda seperti saya dengan stik dan keinginan memasukkan bola2 itu kedalam lubang. Ada pertanyaan… mengapa ya disini mayoritas laki2? Mengapa tampaknya memasukkan bola kedalam lubang adalah hobi para laki2?? (teringat sesuatu?)  Kalaupun ada wanitanya mungkin mereka menemani si pria dan teman2nya, atau para penata bola. Hmmm… rupanya saya tahu dimana para wanita sedang berkumpul dengan hobi selain bilyard. Tentu saja arisan! Dan acara kumpul2 dimana mereka bisa menggosip!

Oh ya, arisan tentunya bukan monopoli kaum hawa saja. Saat ini kaum adam juga melakukannya, tapi topiknya lain; arisan motor, atau arisan bertema maskulin lainnya. Lagipula pembicaraan di kalangan laki2 pasti berbeda dengan di kalangan wanita. Para laki2 membicarakan mobil dan motor, atasan dan bawahan, siapa yang menjadi pencetak rekor penjualan bulan ini, pertandingan sepakbola tadi malam, dsb. Para wanita membicarakan mode baju terkini, masakan kesukaan dan resepnya, kondisi psikologis dalam rumah mereka, teman wanita yang dandanannya nggak matching… Woops, ini posting tentang gender?

Saya teringat dulu ada teman wanita yang feminist, dia banyak berdiskusi dengan saya tentang diskriminasi gender… tentang wanita yang dijajah pria, tentang ketidaksetaraan pendidikan dan jabatan, tentang ini… tentang itu… tentang mengapa wanita selalu menjadi pihak yang lemah. Dia ingin wanita setara dengan pria. Mengapa wanita sulit maju?

Jadi dia membenarkan aksi demo tentang kesetaraan gender, dia membenarkan perlawanan pada diskriminasi gender. Saya membenarkan teman ini, dan saya tahu saya tidak bisa berargumen dengannya. Never argue women… they’re always right!

Tapi saya merasa mereka para wanita juga menggunakan cara2 maskulin untuk menunjukkan keinginan untuk setara dalam gender… Stop disini saya belum bisa menjelaskan lebih jauh.

Tapi entah mengapa rasanya sebagai laki2… ada rasa senang ketika memasukkan bola kedalam lubang. Wonder why?





Desain rumah terbaru saya

28 09 2007

Sebagai seorang desainer rumah tinggal, atau yang lazim disebut arsitek, saya telah menghasilkan berpuluh-puluh desain sejak saya mulai berprofesi sekitar 3 tahun lalu. Suka duka dengan banyak desain rumah dan klien saya alami. Ada rasa senang didada ini hingga saat ini saya masih bisa ‘berguna’ memberikan layanan desain untuk mereka yang membutuhkan.

house probo

Banyak klien saya datang ke saya karena penampilan rumah yang saya rancang. Ini betul lho, rumah-rumah yang saya rancang biasanya disenangi pemiliknya atau klien saya karena penampilannya. Namun sebenarnya banyak hal lain selain itu yang musti dipertimbangkan; antara lain penghawaan alami, pencahayaan alami, penataan ruang-ruang, dan sebagainya.

Sebuah rumah itu bisa ‘dirasakan’ desainnya ketika kita masuk kedalam rumah itu. Apakah rumah itu sumpek? lega? lapang? hijau? dan sebagainya.

Ada satu kata yang saya pegang dalam mendesain setiap bangunan rumah yang saya kerjakan; kenyamanan.

Sebuah rumah tanpa rasa nyaman adalah rumah yang kurang menurut saya. Boleh jadi rumah itu besar, megah, tapi tidak nyaman, justru karena terlalu besar itu. Manusia itu dalam beraktivitas memerlukan wilayah yang menurut saya agak sempit dan tidak butuh banyak tempat. Karenanya rumah kecil bisa berarti rumah nyaman lho.

memang sih, keleluasaan dalam lahan memang mempengaruhi penataan rancangan ruang-ruangnya. Tapi saya masih yakin, dengan perencanaan rumah yang baik, desain yang baik akan tercipta.

Untuk tahu lebih banyak tentang desain-desain rumah tinggal yang saya buat, silahkan buka web berikut;

www.astudio.id.or.id





masuk koran lagi

14 08 2007

 

Mereka menelepon lalu membuat janji, begitulah wartawan, sambil berkata ‘Deadlinenya besok, jadi hari ini musti ketemu’. Well, itu yang terjadi hari ini. Saat aku hendak menggambar untuk seorang klien, seorang wartawan menelepon dan berkata ia butuh saya untuk diwawancara. Saya bilang, OK, saya tidak keberatan.

Pada jam yang ditentukan saya datang dan setelah menunggu setengah jam (masih dengan jam karetnya) pembicaraan dimulai. Saya tidak keberatan menunggu setengah jam, karena saya bisa menyaksikan sibuk-sibuknya orang kantor pemberitaan koran ini. Lalu lalang tanpa say hi dengan cangkir-cangkir minuman mereka, menghadap komputer dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Orang-orang ini cukup menarik perhatian saya, karena mereka bekerja, dan saya tidak. Lagipula pakaian saya menunjukkan saya bukan orang bekerja. Well, mungkin karena kebanyakan duduk di kantor, orang-orang ini mulai berubah sifatnya. Mereka menjadi lebih… terbiasa dengan apa yang ada. Tak lama, si wartawan datang, seorang cewek berkerudung, yang saya pikir adalah tipe cewek yang rajin dan mandiri. Ia menyapa saya dengan hangat dan kami mulai duduk. Proses wawancara dimulai.

Bla..bla..bla.. saya berbicara sesuai pertanyaan yang ia ajukan. Hanya sedikit pertanyaannya, tentang arsitektur rumah, namun jawaban saya lebih banyak. Pembicaraan banyak tentang rumah yang saya rancang dan barusan saja selesai dan sudah ditempati penghuninya.

Begitulah, duduk dan berbicara, orang-orang di seluruh kota akan mendengarkan apa yang saya katakan besok. Saya mulai menyadari bahwa ini boleh jadi bisa menjadi sebuah rutinitas. Rutinitas apa? Rutinitas untuk menjadi seorang pembicara, berbicara dan berbicara tentang bidang yang saya geluti; arsitektur.

Sudah beberapa kali saya diwawancara, sebagian oleh wartawan ibukota, yang ingin pendapat saya didengarkan sekali lagi, dan lagi. Untuk sementara saya ingin menyelami apa yang terjadi, barangkali saya mempertanyakan suatu keabsahan pendapat, bahkan pendapat saya sendiri.

Karena saya kuatir bahwa apa yang saya katakan kurang berkenan atau kurang bermanfaat. Hal inilah yang membuat saya lebih sering diam tanpa berkata-kata, meskipun saya bisa mengatakan sesuatu tentang sesuatu… Ada pertanyaan-pertanyaan yang belum bisa terjawab oleh saya, meskipun saya sudah memberikan jawaban bagi banyak orang. Saya masih mencari setitik perumpamaan Tuhan agar saya bisa megerti lebih banyak, tentang dunia ini. Dalam perjalanan seorang manusia yang belum mencapai tempat tertingginya (adakah tempat tertinggi itu?) saya lebih banyak diam dan berpikir. Sementara itu saya melihat lebih banyak orang berbicara tanpa berpikir. Sungguh unik memang, si manusia itu.

Baik saya maupun mereka, pendengar dan yang didengar, orang kota dan orang desa, siapapun itu didunia ini mencari kehidupan dengan seluruh daya upaya, kadang tidak untuk apa-apa. Sungguh menakutkan, bila seseorang hanya hidup, namun tidak hidup karena terburu mati sebelum ia menyadarinya.